Saya benar-benar tidak mengenal Maria Eva sebagai penyanyi dangdut dan mungkin sebagian besar masyarakat juga sama. Tapi saya jadi mengenal dia sebagai artis dangdut karena rekaman mesumnya terpublikasikan. Walaupun belum ada pihak-pihak yang dinyatakan bersalah dalam peredaran adegan mesum ini: apakah disengaja oleh pelaku, pemerasan, digandakan orang lain, agenda politik kotor atau dilakukan oleh profesional dibidang ini. Persoalan ini sontak booming karena pernyataan-pernyataan Maria Eva.
Hampir semua media memberitakan tentang adegan mesum antara oknum anggota DPR dan penyanyi dangdut di Jakarta ini. Saat bersamaan beredar pula rekaman pasangan selingkung oknum PNS dari Klaten. Sebelumnya juga kasus foto syur pasangan bupati dan wakil bupati Pekalongan. Tahun sebelum ada kejadian ini juga merebak kasus video mesum oknum mahasiswa Itenas dan casting sabun mandi (KR, 5 Desember 2006).
Pertanyaannya, apakah benar meraka, seperti diungkapkan Wing Wingwawinarno (KR, 5 Desember 206) dan Tajuk Rencana KR (6 Desember 2006), melakukan itu karena ketidaktahuan pelaku terhadap teknologi yang mereka gunakan? Karena alasan seperti itu apa lantas semua menjadi termaafkan? Saya melihat persoalannya bukan pada ketidaktahuan mereka terhadap teknologi itu, tapi lebih pada kepribadian mereka, sebab mereka merupakan pemakai teknologi dan tidak buta dengan teknologi beserta dampaknya.
Misalnya, kasus terakhir yang menimpa anggota DPR dan artis dangdut, mereka bukan sama sekali tidak tahu menggunakan teknologi untuk merekam adegan mesumnya. Mereka juga tahu dampak yang mungkin terjadi jika sampai rekaman itu dilihat orang lain. Dari pernyataan-pernyataan Maria Eva, artis dangdut itu, tampak bahwa dia sama-sekali tidak asing dengan teknologi. Dia tidak gagap teknologi. Buktinya Dia mampu mengoperasikan perengkat teknologi tesebut dengan baik. Bahkan dengan enteng juga Dia membeberkan perselingkuhan, penguguran janin, dan persoalan dengan istri sah teman mesumnya.Pelaku video mesum merupakan konsumen paling awal yang menggunakan teknologi tersebut di Indonesia. Bandingkan dengan para buruh, petani dan kaum miskin lainnya yang tidak sempat mengaksesnya. Pada titik ini saya melihat persoalannya pada kepribadian mereka yang sebenarnya sudah kusut.
Teman saya bertannya, kepada pemimpin siapa lagi harus percaya? Memang batas baik-buruk, halal-haram, benar-salah menjadi kabur. Kasus korupsi yang menimpa berapa pemimpin kita belum selesai, malah ditambah perilaku tidak terpuji anggota DPR. Kerpibadian pemimpin kita tidak bisa dijadikan teladan bagi rakyat.
Kasus di atas memeprlihatkan, dengan teori psikoanalitik, Id yang kuat tertancap. Komponen kepribadian yang berisi impuls agresif dan libinal, dimana sistem kerjanya dengan prinsip kesenangan “pleasure principle”. Ego sebagai alat pengontrol mereka lemah. Dan superego sebagai pengawal moral dari kepribadian manusia tidak berfungsi.
Lemahnya superego ini sebenarnya sudah dibayangkan oleh banyak orang, terutama sebagai dampak dari budaya massa. Yasraf Amir Pilliang (2004) menyebutnya sebagai paradoks kebudayaan. Budaya ini membuat kita kadang tidak mampu memilih, yang ketika kita memilih salah satunya, misalnya budaya massa, maka kita akan mengorbankan yang lainnya (moralitas). Budaya massa mendorong berbagai persoalan yang dulu tabu menjadi terbuka. Seks yang dulu tabu sekarang dibicarakan dalam suasana yang gembira, ringan, komunikatif dan tanpa tedeng-aling di acara-acara televisi. Dari mulai rahasia ranjang suami-istri hingga seks bebas di kalangan kelas menengah perkotaan yang dilakukan di kantor-kantor. Seks di situ menjadi bagian dari hiburan yang menggembirakan, bahkan gaya hidup.
Situasi muram tersebut di atas akan terus menggejala dan membesar, efek domino. Goyang ngebor Inul yang dulu kontroversi menjadi suatu yang wajar, dilupakan dan bahkan membuka kesempatan kepada yang lain untuk tampil lebih berani. Tak pelak video mesum ini akan terus memiliki efek bola salju. Efek ini dapat dirunut dari kasus Betjah-Sukmayu, jika tidak dibendung dengan perbaikan pribadi dan moralitas oleh semua kalangan. Pemimpin pada setiap tingkatan memiliki beban lebih untuk mendorong perbaikan, bukan malah memberikan pembelajaran negatif kepada rakyat.
Ditulis oleh : Teguh Triwiyanto, M.Pd.
Kalau memanfaatkan internet dengan baik Privat Internet Kantor, Privat Internet Marketing, Privat Buat Blog Bisnis, Belajar Blog Bisnis.